Pers Orde Reformasi adalah refleksi kebangkitan masyarakat sipil (civil
society) yang bertekad membangun sebuah tatanan pemerintahan demokratis setelah
lebih dari 30 tahun berada dalam masyarakat yang otoritarian.
MWawasan.PadangPariaman(SUMBAR)-
Oknum Kepala sekolah (Kepsek) SMPN di Pemkab Padang Pariaman telah melakukan
penghinaan pada Insan pers. Kabar ini berawal dari rekaman yang di bawa oleh wartawan Antanews.com yang merasa tersinggung dengan ucapan yang
dilontarkan oleh oknum Kepsek tersebut.
Pada awak media, wartawan itu menuturkan," Oknum tersebut mengatakan bahwa semua rekan- rekan media adalah
Baruak (red:Monyet), saya sudah berusaha untuk meluruskan permasalahan tapi
oknum tersebut berulang- ulang mengatakan semua rekan- rekan media adalah
monyet," terangnya.
"Bahkan dengan beraninya
menantang rekan- rekan semua media," ungkap wartawan yang siap menjadi saksi ketika kasus ini sampai ke ranah hukum.
Perkataan kotor itu pun dilontarkan berulang kali dalam waktu yang bebeda-beda, bahkan semua rekamannya ada sama saya, tegasnya lagi.
Perkataan kotor itu pun dilontarkan berulang kali dalam waktu yang bebeda-beda, bahkan semua rekamannya ada sama saya, tegasnya lagi.
Liberalisasi pers di era Reformasi adalah
perjuangan panjang masyarakat pers dan komponen masyarakat lainnya setelah
disuguhi pil pahit oleh pemerintahan lama. Dipenjara, diasingkan, ditangkap,
diintrogasi, dibredel itulah antara lain perilaku otoritarian yang dirasakan
orang-orang pers dalam menjalankan fungsi pemantauan.
"Pelecehan terhadap insan
pers hanya karena terkait pemberitaan adalah suatu kebodohan karena dalam Mekanisme
Penyelesaian atas Pemberitaan Pers yang Merugikan ada aturan main yang
dijalankan sesuai. Selain telah diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999
tentang pers, hak koreksi juga merupakan bagian dari Kode etik jurnalistik yang
harus dipatuhi oleh semua wartawan dan perusahaan media," kata Syafrizal
Koto Ketua DPW PJI (Persatuan Jurnalist Indonesia).
Lanjutnya, "Berdasarkan
pasal 5, sebuah pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini
dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas
praduga tak bersalah. Berdasarkan hal itu pula, pers dan wartawan wajib
melayani hak koreksi dan hak jawab secara proporsional," tambah Syafrizal
Koto.
Dikesempatan itu, Ascot Amir
Ketua DPW KWRI (Komite Wartawan Reformasi Indonesia) Sumbar berkomentar,
"Dengan menyebutkan rekan- rekan media "Baruak" (red: bahasa minang "Monyet")
berarti sang oknum telah menghina dan menantang rekan- rekan media
se-Indonesia," ujar Ascot dengan nada meninggi.
Pertemuan yang berlangsung di
Alang Lawas depan Hotel Abidin dihadiri Organisasi Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), KWRI, PJI dan HIPSI serta AWPI.
Pertemuan tersebut berakhir dengan keputusan bahwa, "Dalam Waktu tiga (3) hari kedepan Oknum Kepala Sekolah SMPN Lubuk Alung, harus mencabut pernyataannya dan harus meminta maaf pada media yang ada di Sumbar ini, jika dalam tiga hari tidak ada perkembangan maka laporan akan berlanjut ke Polda Sumbar," tegas Buya yang mewakili Organisasi PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia).
Pertemuan tersebut berakhir dengan keputusan bahwa, "Dalam Waktu tiga (3) hari kedepan Oknum Kepala Sekolah SMPN Lubuk Alung, harus mencabut pernyataannya dan harus meminta maaf pada media yang ada di Sumbar ini, jika dalam tiga hari tidak ada perkembangan maka laporan akan berlanjut ke Polda Sumbar," tegas Buya yang mewakili Organisasi PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia).
#Gan