MWawasan.JAKARTA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima banyak aduan mengenai perusahaan tambang di Kalimantan Timur (Kaltim) yang abai terhadap lubang tambang. Lubang hasil galian perusahaan tambang sejak 2011 sampai 2016 menyebabkan 27 korban meninggal karena terjatuh ke dalam lubang.
"Permasalahan di lapangan itu banyak. Kami temukan anak-anak menjadi korban lubang tambang di Kaltim," kata Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal Roichatul Aswidah, Senin (22/11).
Berdasarkan data Komnas HAM, 27 korban itu mayoritas terdiri dari anak-anak dan hanya satu orang dewasa.
Komisioner Komnas HAM Siti Nurlaila menjelaskan, lubang tambang memakan korban karena berada di sekitar permukiman masyarakat. Dari luas Kalimantan Timur seluas 12,7 juta hektare terdapat areal pertambangan seluas 7,2 juta hektare.
"Tambang sangat dekat dengan rumah penduduk. Padahal ada jarak yang diatur dalam minimal 500 meter dari rumah penduduk," kata Siti.
Berdasarkan penelitian Komnas HAM terdapat 17 perusahaan tambang yang areal tambangnya menelan korban. Diantaranya adalah PT. Kidatin, PT. Muliana Jaya, PT. Multi Harapan Utama, KSU Wijaya Utama, PT. Bukit Baiduri Energi, PT. Insani Bara Perkasa, PT. Hymco Coal, PT. Panca Prima Mining, dan PT. Energi Cahaya Utama Industritama.
Selain itu, PT. Graha Benua Etam, PT. Cahaya Energi Mandiri, PT. Lanna Harita Indonesia, PT. Transisi Energi Satunama, CV. Atap Tri Utama, CV. Panca Bara Sejahtera, PT. Insani Bara Perkasa dan PT. Bumi Energi Kaltim.
Setiap lubang tambang yang ditinggalkan oleh perusahaan itu menelan korban dengan jumlah yang berbeda-beda. Lubang tambang di Daerah Sungai Kerbau Kecamatan Sambutan, Kaltim, yang disebabkan oleh PT. Hymco coal menelan korban paling banyak dengan jumlah tiga orang.
Perusahaan tambang ini melanggar aturan mengenai jarak minimal areal pertambangan. Peraturan Menteri LHK Nomor 4/2014 tentang Parameter Ramah Lingkungan mengatur jarak minimal pertambangan dengan permukiman minimal 500 meter.
Selain melanggar peraturan itu, Komnas HAM menilai bahwa perusahaan telah melanggar Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pada tahun 2012, 2015 dan tahun ini Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Kaltim, korporasi dan kepolisian setempat untuk melindungi, menghormati dan memenuhi HAM. Sayangnya hanya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang merespon rekomendasi tersebut.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Provinsi Kaltim Amrullah mengatakan sudah menjalankan rekomendasi tersebut. Salah satunya dalam bentuk moratorium pemberian izin tambang baru pada perusahaan.
"Pemerintah provinsi tidak lagi keluarkan izin, izin yang ada kami evaluasi. Kami sudah membentuk tim evaluasi sesuai peraturan menteri nomo 43 tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara," kata Amrullah.
Ia menjelaskan setiap tiga bulan sekali laporan dari tim itu akan disampaikan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hasil evaluasi itu akan disampaikan pada Januari mendatang.
"Permasalahan di lapangan itu banyak. Kami temukan anak-anak menjadi korban lubang tambang di Kaltim," kata Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal Roichatul Aswidah, Senin (22/11).
Berdasarkan data Komnas HAM, 27 korban itu mayoritas terdiri dari anak-anak dan hanya satu orang dewasa.
Komisioner Komnas HAM Siti Nurlaila menjelaskan, lubang tambang memakan korban karena berada di sekitar permukiman masyarakat. Dari luas Kalimantan Timur seluas 12,7 juta hektare terdapat areal pertambangan seluas 7,2 juta hektare.
"Tambang sangat dekat dengan rumah penduduk. Padahal ada jarak yang diatur dalam minimal 500 meter dari rumah penduduk," kata Siti.
Berdasarkan penelitian Komnas HAM terdapat 17 perusahaan tambang yang areal tambangnya menelan korban. Diantaranya adalah PT. Kidatin, PT. Muliana Jaya, PT. Multi Harapan Utama, KSU Wijaya Utama, PT. Bukit Baiduri Energi, PT. Insani Bara Perkasa, PT. Hymco Coal, PT. Panca Prima Mining, dan PT. Energi Cahaya Utama Industritama.
Selain itu, PT. Graha Benua Etam, PT. Cahaya Energi Mandiri, PT. Lanna Harita Indonesia, PT. Transisi Energi Satunama, CV. Atap Tri Utama, CV. Panca Bara Sejahtera, PT. Insani Bara Perkasa dan PT. Bumi Energi Kaltim.
Setiap lubang tambang yang ditinggalkan oleh perusahaan itu menelan korban dengan jumlah yang berbeda-beda. Lubang tambang di Daerah Sungai Kerbau Kecamatan Sambutan, Kaltim, yang disebabkan oleh PT. Hymco coal menelan korban paling banyak dengan jumlah tiga orang.
Perusahaan tambang ini melanggar aturan mengenai jarak minimal areal pertambangan. Peraturan Menteri LHK Nomor 4/2014 tentang Parameter Ramah Lingkungan mengatur jarak minimal pertambangan dengan permukiman minimal 500 meter.
Selain melanggar peraturan itu, Komnas HAM menilai bahwa perusahaan telah melanggar Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pada tahun 2012, 2015 dan tahun ini Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Kaltim, korporasi dan kepolisian setempat untuk melindungi, menghormati dan memenuhi HAM. Sayangnya hanya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang merespon rekomendasi tersebut.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Provinsi Kaltim Amrullah mengatakan sudah menjalankan rekomendasi tersebut. Salah satunya dalam bentuk moratorium pemberian izin tambang baru pada perusahaan.
"Pemerintah provinsi tidak lagi keluarkan izin, izin yang ada kami evaluasi. Kami sudah membentuk tim evaluasi sesuai peraturan menteri nomo 43 tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara," kata Amrullah.
Ia menjelaskan setiap tiga bulan sekali laporan dari tim itu akan disampaikan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hasil evaluasi itu akan disampaikan pada Januari mendatang.
#yul/cnn