MWawasan.JAKARTA- Keamanan perwakilan Rusia di negara-negara asing diperketar pascaserangan teror yang menewaskan Duta Besar Andrei Karlov di Turki. Hal yang sama pun dilakukan di Indonesia.
Sejalan dengan perintah Presiden Rusia Vladimir Putin, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Yurievich Galuzin menyatakan peningkatan pengamanan langsung dilakukan ketika kabar duka kematian Karlov sampai ke Jakarta.
Hari ini, Rabu (21/12), Kedutaan Besar mengundang media untuk menghadiri paparan rutin. Berdasarkan pengamatan CNNIndonesia.com di lokasi, protokol pengamanan memang terasa lebih ketat dari biasanya.
Sejalan dengan perintah Presiden Rusia Vladimir Putin, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Yurievich Galuzin menyatakan peningkatan pengamanan langsung dilakukan ketika kabar duka kematian Karlov sampai ke Jakarta.
Hari ini, Rabu (21/12), Kedutaan Besar mengundang media untuk menghadiri paparan rutin. Berdasarkan pengamatan CNNIndonesia.com di lokasi, protokol pengamanan memang terasa lebih ketat dari biasanya.
"Kemarin, Presiden Putin langsung memerintahkan seluruh kedutaan Rusia meningkatkan keamanan. Alasannya jelas, kolega kami Andrei Karlov dibunuh oleh teroris," ungkap Galuzin di Kedubes Rusia, Jakarta, Rabu (21/12).
"Mulai sekarang, kami [Kedubes Rusia di Jakarta] juga meningkatkan pengamanan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan terulang lagi," katanya.
Walau demikian, Galuzin menegaskan, serangan teroris yang ditujukan pada diplomat tinggi itu tak lantas membuat Rusia takut.
Penyerangan ini justru semakin menstimulasi Rusia untuk memberangus teroris internasional, khsusunya di Suriah.
Galuzin yakin pembunuhan salah satu kerabatnya di Ankara itu terjadi lantaran ketidaksukaan sejumlah pihak terhadap pendirian dan langkah Rusia di Suriah.
Pasalnya, dalam video yang tersebar di media sosial, pelaku penembakan, Mevlut Mert Altintas, berteriak, "jangan lupakan Aleppo! Jangan lupakan Suriah! Semua yang ikut serta dalam tirani ini akan bertanggung jawab!"
Moskow dan Ankara memang berseberangan soal upaya penyelesaian konflik di Suriah. Turki selama ini mendukung pemberontak dan menginginkan Presiden Bashar Al Assad lengser demi mengakhiri konflik yang sudah memasuki tahun keenam di negara itu.
Sementara, Rusia berkukuh membantu Assad menumpas pemberontak di negara itu, khususnya Aleppo. Tindakan ini menuai banyak protes lantaran dianggap mengorbankan banyak warga sipil.
Di Indonesia, protes tehadap aksi Rusia juga sempat terjadi. Pada Senin lalu, lebih dari seratus orang yang menamakan diri sebagai Gerakan Kemanusiaan 212 menggelar unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Rusia di Jakarta.
Menanggapi protes ini, Galuzin menyatakan aksi unjuk rasa itu merupakan luapan pendapat dari sejumlah pihak saja.
Ia juga meyakini peristiwa teror yang terjadi di Ankara tidak akan terulang di Indonesia.
"Kami di sini percaya bahwa otoritas kepolisian Indonesia sudah melakukan langkah yang dibutuhkan agar aksi teror apapun seperti yang terjadi di Ankara tidak akan terjadi di sini," kata Galuzin.
"Kejadian ini tidak akan membuat kami meninggalkan nilai dan idealisme kami sebagai negara untuk memberantas terorisme internasional," tutur Galuzin.
Karlov dibunuh oleh seorang polisi anti huru-hara, Mevlut Mert Altintas, di sebuah galeri seni di ibu kota Ankara pada Senin (19/12) malam.
Insiden pembunuhan ini terjadi sementara, secara terpisah, perundingan Iran, Rusia, dan Turki diselenggarakan guna membahas resolusi damai Suriah. Pembunuhan Karlov juga terjadi saat normalisasi hubungan Turki dan Rusia sedang berjalan.
Hubungan diplomatik kedua negara pernah terputus saat kejadian pesawat militer Rusia di perbatasan Suriah ditembak jatuh oleh Turki pada akhir 2015 lalu.
"Kejadian ini tidak akan memengaruhi hubungan kedua negara [Turki dan Rusia], apalagi memengaruhi kebijakan luar negeri Rusia di Suriah," ucap Galuzin.
Padahal, otoritas pendidikan setempat telah mengeluarkan pemberitahuan yang menyatakan semua kelas mesti dihentikan, Senin kemarin.
#Gan/cnn/aal