MWawasan.JAKARTA ~ Bareskrim Polri mengungkap pabrik pembuat pupuk palsu di Majalengka, Jawa Barat, kemarin (25/2). Dalam sebulan, sindikat tersebut bisa membuat pupuk palsu seberat 300 ton. Pupuk palsu yang hanya merupakan campuran kapur, pewarna, dan tanah, itu didistribusikan ke Jawa Barat, Kalimantan, bahkan Aceh.
Ditemui di gedung Bareskrim Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menuturkan, pabrik pupuk palsu itu terbongkar setelah adanya keluhan petani yang pernah membeli pupuk palsu tersebut. Keluhan itu berisi tentang tidak berdampaknya khasiat pupuk tersebut. "Dalam dua bulan kami telusuri, akhirnya bertemu dengan distributornya berinisial M,” tuturnya kemarin (24/2).
Pupuk tersebut kemudian diuji di laboratorium. Hasilnya, ternyata pupuk itu hanya terdiri dari tanah, kapur, dan pewarna. Laboratorium memastikan pupuk tersebut palsu. "Sama sekali tidak berguna untuk tanaman,” paparnya.
Dalam penelusuran itu, diketahui distributor M mendapatkan pupuk dari E, ML, dan R. Ketiganya bekerja sama membuat pabrik pupuk palsu. ”Yang miris, E ternyata merupakan residivis dengan kasus yang sama, pemalsuan pupuk,” ungkapnya.
Pemalsuan itu dilakukan dengan mengoplos kapur, tanah, dan pewarna, yang kemudian diracik dalam sebuah mesin sehingga bentuknya sama dengan pupuk. ”Mereka juga membuat karungnya sendiri dan mengemasnya,” tuturnya.
Jenis pupuk yang dipalsukan hampir semuanya. Seperti pupuk NPK, berlian merah, berlian biru dan TS. Keempat pelaku telah tertangkap dan ditahan untuk melakukan pengembangan. ”Sebab, sindikat ini cukup besar,” ujarnya.
Pupuk palsu ini telah didistribusikan ke sejumlah daerah, di antaranya Jawa Barat, Aceh, dan Kalimantan. Kapasitas produksi setiap bulan mencapai 300 ton. ”Keuntungannya begitu besar. Ongkos produksinya hanya Rp 12 ribu per karung,” tuturnya.
Dengan ongkos produksi hanya Rp 12 ribu per karung, pupuk palsu ini dijual Rp 50 ribu ke distributor dan distributor menjualnya Rp 120 ribu ke petani. ”Keuntungannya bisa mencapai Rp 3,6 miliar setahun,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian Moh Rizal mengatakan, bila petani menggunakan pupuk palsu ini, kerugiannya begitu besar. Dengan menggunakan pupuk palsu ini, hasil tanam akan berkurang dua atau tiga ton per hektare. ”Sebab, penggunaan pupuk yang asli akan menambah jumlah hasil tanaman hingga tiga ton. Bila petani sedang menanam padi, gabahnya berkurang tiga ton per hektare. Bila dihitung per hektare, bisa kehilangan Rp 6 juta hingga Rp 9 juta,” ujarnya.
Yang lebih menyulitkan, pupuk palsu dan asli itu sulit dibedakan secara fisik, baik segi bau dan bentuk. Karena itu, untuk mengetahui keasilannya, hanya melalui laboratorium. ”Ada juga dengan mengecek nomor pendaftaran pupuk itu di situs www.pertanian.go.id. Bila nomor pendaftaran tidak ada, pasti palsu,” ujarnya.
Dia mengatakan, untuk menghindari pupuk palsu, sebaiknya petani langsung membeli ke kios resmi. Ada 35 ribu kios resmi yang tersebar di seluruh Indonesia. ”Kami juga akan mendata petani yang menjadi korban pupuk palsu ini, sehingga ke depan tidak lagi jatuh korban,” tuturnya.
Ditemui di gedung Bareskrim Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menuturkan, pabrik pupuk palsu itu terbongkar setelah adanya keluhan petani yang pernah membeli pupuk palsu tersebut. Keluhan itu berisi tentang tidak berdampaknya khasiat pupuk tersebut. "Dalam dua bulan kami telusuri, akhirnya bertemu dengan distributornya berinisial M,” tuturnya kemarin (24/2).
Pupuk tersebut kemudian diuji di laboratorium. Hasilnya, ternyata pupuk itu hanya terdiri dari tanah, kapur, dan pewarna. Laboratorium memastikan pupuk tersebut palsu. "Sama sekali tidak berguna untuk tanaman,” paparnya.
Dalam penelusuran itu, diketahui distributor M mendapatkan pupuk dari E, ML, dan R. Ketiganya bekerja sama membuat pabrik pupuk palsu. ”Yang miris, E ternyata merupakan residivis dengan kasus yang sama, pemalsuan pupuk,” ungkapnya.
Pemalsuan itu dilakukan dengan mengoplos kapur, tanah, dan pewarna, yang kemudian diracik dalam sebuah mesin sehingga bentuknya sama dengan pupuk. ”Mereka juga membuat karungnya sendiri dan mengemasnya,” tuturnya.
Jenis pupuk yang dipalsukan hampir semuanya. Seperti pupuk NPK, berlian merah, berlian biru dan TS. Keempat pelaku telah tertangkap dan ditahan untuk melakukan pengembangan. ”Sebab, sindikat ini cukup besar,” ujarnya.
Pupuk palsu ini telah didistribusikan ke sejumlah daerah, di antaranya Jawa Barat, Aceh, dan Kalimantan. Kapasitas produksi setiap bulan mencapai 300 ton. ”Keuntungannya begitu besar. Ongkos produksinya hanya Rp 12 ribu per karung,” tuturnya.
Dengan ongkos produksi hanya Rp 12 ribu per karung, pupuk palsu ini dijual Rp 50 ribu ke distributor dan distributor menjualnya Rp 120 ribu ke petani. ”Keuntungannya bisa mencapai Rp 3,6 miliar setahun,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian Moh Rizal mengatakan, bila petani menggunakan pupuk palsu ini, kerugiannya begitu besar. Dengan menggunakan pupuk palsu ini, hasil tanam akan berkurang dua atau tiga ton per hektare. ”Sebab, penggunaan pupuk yang asli akan menambah jumlah hasil tanaman hingga tiga ton. Bila petani sedang menanam padi, gabahnya berkurang tiga ton per hektare. Bila dihitung per hektare, bisa kehilangan Rp 6 juta hingga Rp 9 juta,” ujarnya.
Yang lebih menyulitkan, pupuk palsu dan asli itu sulit dibedakan secara fisik, baik segi bau dan bentuk. Karena itu, untuk mengetahui keasilannya, hanya melalui laboratorium. ”Ada juga dengan mengecek nomor pendaftaran pupuk itu di situs www.pertanian.go.id. Bila nomor pendaftaran tidak ada, pasti palsu,” ujarnya.
Dia mengatakan, untuk menghindari pupuk palsu, sebaiknya petani langsung membeli ke kios resmi. Ada 35 ribu kios resmi yang tersebar di seluruh Indonesia. ”Kami juga akan mendata petani yang menjadi korban pupuk palsu ini, sehingga ke depan tidak lagi jatuh korban,” tuturnya.
#Gan/idr/agm/jpnn/rom/k16
No comments:
Post a Comment