MWawasan.FILIPINA ~ Pada Pertemuan 17th ASEAN Socio, Cultural Community (ASCC) Council Meeting di Iloilo, Filipina hari ini (8/3) Duta Besar DR. Sujatmiko, Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak selaku Ketua Delegasi RI (Delri) pada pertemuan ASCC Council ke-17, menegaskan posisi Indonesia terkait perlindungan tenaga kerja di ASEAN merespon atas pembahasan finalisasi Instrumen Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran di ASEAN.
Negosiasi Instrumen tersebut telah berjalan hampir selama 10 tahun di dalam mekanisme ASEAN. Hingga kini, hanya Indonesia yang menginginkan agar instrumen tersebut harus bersifat mengikat. Terkait hal ini, Ketua Delri menyampaikan agar Senior Labour Official Retreat yang akan datang dapat segera menyelesaikan 10 pending articles dalam instrumen tersebut sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.
Perlindungan buruh migran yang bersifat mengikat (legally binding) kelak akan sangat bermanfaat bagi tenaga kerja di ASEAN. Hal itu juga sejalan dengan Mandat Konstitusi Indonesia yang menjamin perlindungan Masyarakat Indonesia. Terlebih, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menekankan prioritas tersebut di dalam Program Kerja Nawa Cita.
Sejalan dengan usaha Perlindungan Tenaga Kerja migran di ASEAN, pada tataran nasional, Dewan Perwakilan Rakyat saat ini tengah menggodok Rancangan Undang – Undang (RUU) Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri. Undang – Undang tersebut tersebut diharapkan mampu membenahi keseluruhan sistem perlindungan tenga kerja di luar negeri secara terpadu antara instansi Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dan peran serta masyarakat.
Instrumen Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran merupakan salah satu agenda yang rencananya akan menjadi outcome document pada pertemuan KTT ke-30 ASEAN di Filipina. Selain itu, menurut rencananya, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN juga akan menandatangani ASEAN Leader's Declaration on the Role of Civil Services as Catalyst for Achieving ASEAN Community Vision 2025 pada KTT ke-30 ASEAN mendatang.
Negosiasi Instrumen tersebut telah berjalan hampir selama 10 tahun di dalam mekanisme ASEAN. Hingga kini, hanya Indonesia yang menginginkan agar instrumen tersebut harus bersifat mengikat. Terkait hal ini, Ketua Delri menyampaikan agar Senior Labour Official Retreat yang akan datang dapat segera menyelesaikan 10 pending articles dalam instrumen tersebut sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.
Perlindungan buruh migran yang bersifat mengikat (legally binding) kelak akan sangat bermanfaat bagi tenaga kerja di ASEAN. Hal itu juga sejalan dengan Mandat Konstitusi Indonesia yang menjamin perlindungan Masyarakat Indonesia. Terlebih, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menekankan prioritas tersebut di dalam Program Kerja Nawa Cita.
Sejalan dengan usaha Perlindungan Tenaga Kerja migran di ASEAN, pada tataran nasional, Dewan Perwakilan Rakyat saat ini tengah menggodok Rancangan Undang – Undang (RUU) Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri. Undang – Undang tersebut tersebut diharapkan mampu membenahi keseluruhan sistem perlindungan tenga kerja di luar negeri secara terpadu antara instansi Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dan peran serta masyarakat.
Instrumen Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran merupakan salah satu agenda yang rencananya akan menjadi outcome document pada pertemuan KTT ke-30 ASEAN di Filipina. Selain itu, menurut rencananya, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN juga akan menandatangani ASEAN Leader's Declaration on the Role of Civil Services as Catalyst for Achieving ASEAN Community Vision 2025 pada KTT ke-30 ASEAN mendatang.
#Gan/HumasKemlu
No comments:
Post a Comment