MWawasan.Tegal(JATENG) ~ Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen senantiasa menjaga keberlanjutan sumber daya ikan di laut Indonesia melalui program Alat Penangkap Ikan (API) yang bersahabat dengan alam. Nelayan cantrang di Tegal dan sekitarnya saat ini dapat menikmati layanan gerai perizinan kapal perikanan hasil ukur ulang, terlebih bagi nelayan yang sebelumnya mempergunakan alat tangkap cantrang.
Gerai bertujuan untuk memberikan kemudahan perizinan bagi kapal-kapal Hasil Ukur Ulang untuk dapat kembali melaut. Salah satunya adalah pemberian alokasi daerah penangkapan ikan di wilayah yang saat ini menjadi primadona bagi kapal-kapal perikanan Indonesia untuk menggali sumber daya alam di negeri sendiri, sebagai contoh Natuna, Laut China Selatan, dan Laut Arafura. Untuk itu, KKP mengharapkan agar pelaku usaha mengikuti jejak kapal yang telah mengikuti gerai dan telah beralih ke alat tangkap yang bersahabat dengan alam.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), Sjarief Widjaja mengatakan bahwa gerai merupakan salah satu bentuk transparansi pelayanan perizinan di KKP, dimana DJPT melalui Direktorat Perizinan dan Kenelayanan sangat terbuka dalam memberikan layanan perizinan. Bahkan pemilik kapal/nelayan yang mengajukan permohonan izin kapal dapat turut serta bersama mengawasi proses penerbitan izin di lapangan maupun melalui website perizinan.
Tentu, hal ini selaras dengan Instruksi Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 716 tahun 2016 tentang Penindakan dan Pencegahan Praktik Pungutan Liar di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang melarang pengenaan segala jenis pungutan dan besaran tarif perizinan diluar ketentuan.
Ditemui ditempat yang berbeda, Direktur Perizinan dan Kenelayanan, Saifuddin mengatakan, bahwa sudah saatnya kapal nelayan dari Tegal memanfaatkan sumber daya ikan di Indonesia Timur dan daerah perbatasan dengan negara lain dengan menggunakan alat penangkap ikan yang diizinkan oleh pemerintah.
“Nelayan Tegal sekarang harus mengganti alat tangkapnya menjadi alat tangkap yang ramah lingkungan. Selain itu, nelayan Tegal juga dapat melaut dengan memanfaatkan potensi alam, khususnya di daerah Indonesia Timur dan daerah perbatasan dengan negara lain untuk mencari ikan,” ujar Saifuddin.
Nelayan Tegal yang sebelumnya melaut di Laut Jawa pun mengaku pendapatan mereka mengalami kenaikan setelah mengganti alat tangkap mereka menjadi Gillnet dengan melaut di Laut Arafura.
“Kami senang tangkapan kami banyak. Sebelumnya dengan alat tangkap cantrang, kami melaut di Laut Jawa 1 (satu) trip hampir selama 2 (dua) bulan menghasilkan tangkapan ikan 18 (delapan belas) ton, sementara dengan menggunakan Gillnet di Laut Arafura rata-rata dalam 1 (satu) trip selama 20 (dua puluh hari) hari menghasilkan tangkapan ikan 60 (enam puluh) ton,” pungkas Dicky, nelayan Tegal yang telah mengikuti gerai perizinan di Tegal tahun 2016 lalu.
Senada dengan Dicky, Ruslani juga merasakan hal yang sama bahwa kapal-kapal yang beralih dari alat tangkap cantrang dan menangkap di Laut Arafura hanya membutuhkan waktu 1 (satu) minggu di daerah penangkapan dan hasilnya kalau dilelang sebesar 1,2 M.
Selain itu, Ruslani juga menambahkan pelayanan yang dilakukan petugas KKP di lapangan sangat memuaskan, kecepatan pengurusan izin dan juga kemudahan saat gerai berlangsung di Tegal merupakan bukti pemerintah ada saat nelayan butuh solusi.
“Harapan saya gerai di Tegal bisa berlanjut dan dilaksanakan kembali untuk memudahkan pengurusan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Buku Kapal Perikanan (BKP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI),” papar Ruslani.
Gerai perizinan di PPP Tegalsari yang dilaksanakan selama 5 (lima) hari, pada tanggal 27 Februari – 3 Maret 2017 berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 11 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimum Gerai Perizinan Kapal Penangkap Ikan Hasil Pengukuran Ulang, telah menghasilkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) sebanyak 50 izin, dokumen Cek Fisik Kapal 104 yang merupakan kapal perikanan hasil ukur ulang, Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sebanyak 34 kapal, Buku Kapal Perikanan (BKP) sebanyak 19 kapal dan dengan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 4 M.
Gerai bertujuan untuk memberikan kemudahan perizinan bagi kapal-kapal Hasil Ukur Ulang untuk dapat kembali melaut. Salah satunya adalah pemberian alokasi daerah penangkapan ikan di wilayah yang saat ini menjadi primadona bagi kapal-kapal perikanan Indonesia untuk menggali sumber daya alam di negeri sendiri, sebagai contoh Natuna, Laut China Selatan, dan Laut Arafura. Untuk itu, KKP mengharapkan agar pelaku usaha mengikuti jejak kapal yang telah mengikuti gerai dan telah beralih ke alat tangkap yang bersahabat dengan alam.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), Sjarief Widjaja mengatakan bahwa gerai merupakan salah satu bentuk transparansi pelayanan perizinan di KKP, dimana DJPT melalui Direktorat Perizinan dan Kenelayanan sangat terbuka dalam memberikan layanan perizinan. Bahkan pemilik kapal/nelayan yang mengajukan permohonan izin kapal dapat turut serta bersama mengawasi proses penerbitan izin di lapangan maupun melalui website perizinan.
Tentu, hal ini selaras dengan Instruksi Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 716 tahun 2016 tentang Penindakan dan Pencegahan Praktik Pungutan Liar di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang melarang pengenaan segala jenis pungutan dan besaran tarif perizinan diluar ketentuan.
Ditemui ditempat yang berbeda, Direktur Perizinan dan Kenelayanan, Saifuddin mengatakan, bahwa sudah saatnya kapal nelayan dari Tegal memanfaatkan sumber daya ikan di Indonesia Timur dan daerah perbatasan dengan negara lain dengan menggunakan alat penangkap ikan yang diizinkan oleh pemerintah.
“Nelayan Tegal sekarang harus mengganti alat tangkapnya menjadi alat tangkap yang ramah lingkungan. Selain itu, nelayan Tegal juga dapat melaut dengan memanfaatkan potensi alam, khususnya di daerah Indonesia Timur dan daerah perbatasan dengan negara lain untuk mencari ikan,” ujar Saifuddin.
Nelayan Tegal yang sebelumnya melaut di Laut Jawa pun mengaku pendapatan mereka mengalami kenaikan setelah mengganti alat tangkap mereka menjadi Gillnet dengan melaut di Laut Arafura.
“Kami senang tangkapan kami banyak. Sebelumnya dengan alat tangkap cantrang, kami melaut di Laut Jawa 1 (satu) trip hampir selama 2 (dua) bulan menghasilkan tangkapan ikan 18 (delapan belas) ton, sementara dengan menggunakan Gillnet di Laut Arafura rata-rata dalam 1 (satu) trip selama 20 (dua puluh hari) hari menghasilkan tangkapan ikan 60 (enam puluh) ton,” pungkas Dicky, nelayan Tegal yang telah mengikuti gerai perizinan di Tegal tahun 2016 lalu.
Senada dengan Dicky, Ruslani juga merasakan hal yang sama bahwa kapal-kapal yang beralih dari alat tangkap cantrang dan menangkap di Laut Arafura hanya membutuhkan waktu 1 (satu) minggu di daerah penangkapan dan hasilnya kalau dilelang sebesar 1,2 M.
Selain itu, Ruslani juga menambahkan pelayanan yang dilakukan petugas KKP di lapangan sangat memuaskan, kecepatan pengurusan izin dan juga kemudahan saat gerai berlangsung di Tegal merupakan bukti pemerintah ada saat nelayan butuh solusi.
“Harapan saya gerai di Tegal bisa berlanjut dan dilaksanakan kembali untuk memudahkan pengurusan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Buku Kapal Perikanan (BKP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI),” papar Ruslani.
Gerai perizinan di PPP Tegalsari yang dilaksanakan selama 5 (lima) hari, pada tanggal 27 Februari – 3 Maret 2017 berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 11 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimum Gerai Perizinan Kapal Penangkap Ikan Hasil Pengukuran Ulang, telah menghasilkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) sebanyak 50 izin, dokumen Cek Fisik Kapal 104 yang merupakan kapal perikanan hasil ukur ulang, Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sebanyak 34 kapal, Buku Kapal Perikanan (BKP) sebanyak 19 kapal dan dengan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 4 M.
#Gan/HumasKKP/SA
No comments:
Post a Comment