MWawasan.Dakar~ Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana berpeluang menjadi produsen utama kakao. Hal ini mengingat letak geografis wilayah Indonesia yang berada di garis khatulistiwa sebagian besar cocok bagi pengembangan kakao. Indonesia juga memiliki sekitar 1,7 juta petani kakao dengan penguasaan lahan seluas 1,7 juta hektar.
Meskipun demikian, produksi kakao Indonesia justru mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Sebabnya, berbagai kendala teknis seperti hama penyakit, produktivitas yang rendah akibat usia pohon yang tua maupun masalah sosial yang masih sulit diatasi. Harga kakao dunia yang turun hingga 30% belakangan ini juga telah mengurangi secara signifikan penghasilan petani kakao.
Akibatnya, sebagian petani beralih ke tanaman lainnya dan mengurangi minat generasi muda untuk berkebun. Perubahan iklim dan menurunnya tingkat kesuburan lahan (soil degradation) juga turut memperburuk situasi.
Guna menjawab berbagai tantangan kakao dunia, International Cocoa Organization (ICCO) telah melakukan pertemuan darurat Expert Working Group Meeting on Declining Cocoa Prices (EWGDCP) dan Emergency High Level Meeting on Declining Cocoa Prices (EHLM) di Abidjan, Pantai Gading pada 20-21 April 2017.
Salah satu agenda utama pertemuan EWGDCP dan EHLM adalah terkait tren penurunan harga kakao dunia yang disebabkan antara lain oleh over-supply serta presentasi dari negara-negara penghasil kakao termasuk Indonesia mengenai kebijakan nasional sektor kakao untuk 10 tahun ke depan.
Pertemuan telah berhasil menyusun suatu resolusi dan rekomendasi yang perlu diambil oleh ICCO dan negara anggota untuk mengatasi tantangan dan khususnya penurunan harga kakao dunia. Resolusi yang berjudul Declining Cocoa Prices tersebut berisikan sejumlah saran kebijakan yang mendorong peningkatan harga kakao dunia, manajemen supply & demand, serta bantuan pendanaan dan pendampingan bagi kehidupan petani kakao.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Perdagangan, Komoditas, dan Kekayaan Intelektual (PKKI) Kementerian Luar Negeri, Tri Purnajaya selaku Ketua Delegasi merangkap Vice Chairman ICCO periode 2017 telah menyampaikan paparan mengenai kebijakan kakao Indonesia serta pentingnya menyusun suatu resolusi bersama yang tegas untuk mengatasi masalah kakao dunia.
Direktur PKKI yang didampingi oleh Pejabat dari KBRI Dakar dan wakil dari PTPN XII juga menyampaikan bahwa dalam upaya mengatasi berbagai tantangan, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai program secara sinergis dengan para pemangku kepentingan kakao tingkat nasional maupun internasional sehingga sektor kakao dapat diterapkan secara berkelanjutan. Fokus program tersebut lebih mengarah pada intensifikasi kebun dan pelatihan petani.
Selain itu, Direktur PKKI mengharapkan agar ICCO dapat memfokuskan perhatiannya pada keberhasilan pengembangan kakao di tingkat global, salah satunya dengan meyakinkan generasi muda bahwa usaha perkebunan kakao memberikan keuntungan yang tinggi, antara lain dengan mensinergikan bisnis di sektor hilir, implementasi teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta peningkatan keterampilan petani mengenai teknologi Good Agriculture Practices (GAP) dan pasca panen.
Sebagai organisasi kakao dunia yang beranggotakan 51 negara, ICCO berperan dalam meningkatkan produksi, stabilisasi harga, penguatan kapasitas industri kakao dunia, dan meningkatkan kesejahteraan petani. Penunjukkan wakil dari Indonesia sebagai Vice Chairman ICCO juga meningkatkan peluang agar masalah kakao nasional, khususnya dalam rangka mendongkrak nasib petani mendapatkan perhatian secara maksimal dari badan dunia tersebut.
#Gan/ KBRI Dakar/Yo2k
No comments:
Post a Comment