MWawasan.Serpong~ Lima produk radiofarmaka BATAN siap digunakan untuk kebutuhan diagnosis dan terapi medis. Kelima produk tersebut untuk menjawab banyaknya kebutuhan masyarakat yang membutuhkan diagnosis dan penyembuhan beberapa penyakit, terutama penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, dan ginjal.
Kepala Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) BATAN, Siti Darwati saat konferensi pers di Gedung 11, PTRR BATAN, Serpong (28/04), menerangkan, semua produk yang dihasilkan PTRR telah mengikuti aturan-aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). BATAN telah menerima sertifikasi CPOB pada tahun 2012.
Kepala Bidang Teknologi Produksi Radioisotop, PTRR BATAN, Rohadi Awaludin menjelaskan lebih lanjut lima produk tersebut dan kegunaannya. Produk pertama adalah Kit MIBI, yang berfungsi untuk mendiagnosis fungsi jantung dan mengevaluasi fungsi otot jantung.
Jika teknik pencitraan medis biasa hanya dapat melihat perubahan anatomi atau massa jantung, maka hasil pencitraan menggunakan MIBI memberikan informasi yang lebih akurat mengenai fungsi jantung.
“Jadi yang dilihat adalah fungsinya. Walapun bentuk jantung tidak berubah, dengan MIBI, kita bisa mengetahui bagian atau otot jantung mana yang tidak berfungsi, sehingga menjadi gambaran bagi dokter tindakan selanjutnya apa yang akan dilakukan dengan kondisi jantung tersebut,” jelasnya.
Yang kedua adalah Kit MDP, yang berfungsi mendiagnosis sejauh mana penyebaran kanker di dalam tulang, yang digunakan dalam penentuan stadium penyakit kanker, sehingga menjadi gambaran bagi dokter untuk langkah pengobatan selanjutnya. Menurut Rohadi, ketersediaan Kit MDP paling banyak dibutuhkan oleh rumah sakit dibandingkan 4 produk radiofarmaka lainnya.
Produk ketiga yaitu DTPA, yang dapat mendiagnosis fungsi ginjal untuk memberikan informasi yang lebih akurat tentang kondisi ginjal pasien yang sangat berguna dalam menentukan langkah penanganan selanjutnya. Keempat, Radiofarmaka Senyawa Bertanda 153 Sm-EDTMP atau samarium, yang digunakan untuk terapi paliatif atau mengurangi rasa nyeri kepada penderita kanker, terutama sel kanker yang sudah menyebar ke organ tubuh lain (metastasis).
“Penggunaannya dapat mengurangi rasa nyeri akibat kanker hingga satu bulan”, terang Rohadi.
Kelima yaitu Radiofarmaka Senyawa Bertanda 131 I-MIBG, digunakan untuk mendiagnosis kanker neuroblastoma atau sistem saraf pada anak-anak. Saat ini, PTRR BATAN juga sedang mengembangkan radiofarmaka untuk menghilangkan keloid, yang sedang diujicobakan di RS Hasan Sadikin Bandung.
Rohadi menambahkan, BATAN bekerja sama dengan sejumlah perusahaan famasi, antara lain PT. Kimia Farma, PT. Kalbe Farma dan PT. Industri Nuklir Indonesia (PT. INUKI) untuk menghilirisasikan produk radiofarmaka ke masyarakat yang membututuhkan. Produk radiofarmaka tersebut, terang Rohadi, harus memperoleh Nomor Izin Edar (NIE) yang diajukan melalui perusahaan farmasi agar dapat dikomersilkan. Untuk mendapatkan NIE menurut Rohadi tidaklah mudah, dimulai sejak tahun 2008, 3 produk pertama baru mendapat NIE pada tahun 2012, dan 2 produk berikutnya di tahun 2015 dan 2016.
Sayangnya, baru sekitar 12 rumah sakit dari seluruh rumah sakit di Indonesia yang memanfaatkan produk ini, antara lain RS Kanker Dharmais dan RS Hasan Sadikin Bandung.
“Dalam berbagai forum diskusi, kami terus mendorong Kementerian Kesehatan agar fasilitas kedokteran nuklir disediakan di rumah sakit,” ucapnya.
Perusahaan Farmasi Hongaria bahkan melirik potensi pasar farmasi di Indonesia, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang besar, peningkatan pendapatan masyarakat, serta kecenderungan penyakit degeneratif yang semakin meningkat.
Deputi Pendayagunaan Teknologi Nuklir (PTN) BATAN, Hending Winarno mengatakan, produk radiofarmaka BATAN mampu bersaing dengan produk luar negeri. Menurutnya, produk radiofarmaka impor tentu lebih mahal dua kali lipat dibanding buatan dalam negeri. Disamping itu, kelemahan produk radiofarmaka adalah memiliki waktu paruh (waktu peluruhan zat radioaktif), sehingga jika membeli dari luar negeri, pemanfaatan produk tersebut tidak dapat digunakan maksimal karena waktu pengiriman produk akan mengurangi waktu paruh produk.
Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan, teknologi nuklir untuk diagnosis dan terapi jauh lebih mudah diterima masyarakat. Beberapa produk sudah dapat dimanfaatkan masyarakat, namun beberapa lagi harus melaui proses persyaratan panjang agar hasil litbang kelak berguna bagi masyarakat.
“Ironinya, tidak banyak rumah sakit yang memanfaatkan teknologi ini, padahal dari 250 juta penduduk Indonesia yang sakit bisa ditolong dengan teknologi ini, “ ucapnya.
#Humas Batan/tnt
No comments:
Post a Comment