MWawasan.JAKARTA~ Peranan perguruan tinggi dinilai sangat sentral dalam proses pembangunan bangsa. Untuk itu, ke depannya akan direncanakan kebijakan terkait pemilihan rektor, dimana Presiden RI Joko Widodo menjadi penentu siapa tokoh yang akan memimpin lembaga pendidikan ini.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, perguruan tinggi adalah mitra strategis pemerintah, baik pusat maupun daerah. Misal, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) dan kebutuhan untuk penelitian memajukan bangsa.
“Dalam rangka ini, Kemendagri ini membangun sinergi dengan perguruan tinggi. Rektor juga adalah kepanjangan tangan Presiden dan Menristekdikti,” kata Tjahjo Kumolo, Senin (1/6).
Ia mencontohkan, pihak perguruan tinggi kerap kali memberikan sumbangsih pemikirannya secara kritis dan konseptual kepada pemerintah, khususnya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ini umumnya dilakukan saat penyusunan peraturan daerah (perda), RPJMD, dan perencanan anggaran.
“Perguruan tinggi juga bisa ikut serta mengawasi secara komprehensif serta kritis mengenai kebijakan pemda,” tambah dia.
Selama ini pemilihan rektor menjadi tanggung jawab Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Namun hasil komunikasi pemerintah, nantinya proses tersebut tak lagi menjadi kewenangan menteri, melainkan langsung Presiden.
"Berdasarkan hasil komunikasi kami dengan Mensesneg dan Menristekdikti serta Presiden, kami kira sudah menjadi keputusan terakhir harus dari pak Presiden," kata Tjahjo.
Dia melanjutkan, kebijakan itu bertujuan agar ada satu keutuhan serta penyeragaman dalam pemilihan rektor. Menurut dia, akan ada forum konsultasi antara Kemenristekdikti, Presiden, dan kementerian terkait sebelum memutuskan siapa yang diputuskan menjadi rektor.
Mekanisme awalnya, kata Tjahjo, jabatan strategis di kampus ini awalnya dipilih senat perguruan tinggi dan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti). Kemudian, nama calon rektor ini dikonsultasikan ke Presiden untuk mendapatkan persetujuan.
“Hasilnya dilaporkan kepada Bapak Presiden sehingga Bapak Presiden tahu siapa rektor perguruan tinggi, karena dipilih senat perguruan tinggi dan usul pemerintah lewat Menristekdikti,” ujar dia.
Ini sama seperti pemilihan pejabat eselon I dan sekretaris daerah (sekda) tingkat provinsi. Dimana nama calon ini sudah ‘clear’ terlebih dahulu di tingkat Tim Penilai Akhir (TPA), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB).
“Kemudian, baru dikonsultasikan kepada TPA yang dipimpin Presiden. Begitu juga rektor, dimana melalui pembantu Presiden yakni Menristekdikti terlebih dahulu,” tambah Tjahjo.
Hal tersebut disampaikan Mendagri Tjahjo dalam forum pertemuan dengan para rektor di Kantor Kemendagri saat upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila dengan maskud agar perguruan tinggi diharapkan tetap kritis memberikan solusi kepada pemerintah.
“Maksud saya menyampaikan ini bahwa semata-mata pemerintah itu satu dan fungsi perguruan tinggi tetap diharapkan kritis dan memberikan solusi kepada Pemerintah di setiap pengambilan keputusan politik pembangunan baik pusat maupun daerah,” ujar dia.
Selain itu, Tjahjo juga menyampaikan karena kekhawatiran adanya ideologi di luar Pancasila yang diduga menyusup ke perguruan tinggi. Kebijakan ini berlaku untuk semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, karena lembaga pendidikan ini memiliki komitmen sama.
"Arahnya memang pak Mendikti minta ya, bahwa masalah bantuan, masalah kontribusi, masalah kerjasama, itu jangan dibedakan antara perguruan tinggi negeri dan swasta, karena apapun mereka juga punya program dan punya komitmen yang sama," tambah Tjahjo.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, perguruan tinggi adalah mitra strategis pemerintah, baik pusat maupun daerah. Misal, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) dan kebutuhan untuk penelitian memajukan bangsa.
“Dalam rangka ini, Kemendagri ini membangun sinergi dengan perguruan tinggi. Rektor juga adalah kepanjangan tangan Presiden dan Menristekdikti,” kata Tjahjo Kumolo, Senin (1/6).
Ia mencontohkan, pihak perguruan tinggi kerap kali memberikan sumbangsih pemikirannya secara kritis dan konseptual kepada pemerintah, khususnya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ini umumnya dilakukan saat penyusunan peraturan daerah (perda), RPJMD, dan perencanan anggaran.
“Perguruan tinggi juga bisa ikut serta mengawasi secara komprehensif serta kritis mengenai kebijakan pemda,” tambah dia.
Selama ini pemilihan rektor menjadi tanggung jawab Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Namun hasil komunikasi pemerintah, nantinya proses tersebut tak lagi menjadi kewenangan menteri, melainkan langsung Presiden.
"Berdasarkan hasil komunikasi kami dengan Mensesneg dan Menristekdikti serta Presiden, kami kira sudah menjadi keputusan terakhir harus dari pak Presiden," kata Tjahjo.
Dia melanjutkan, kebijakan itu bertujuan agar ada satu keutuhan serta penyeragaman dalam pemilihan rektor. Menurut dia, akan ada forum konsultasi antara Kemenristekdikti, Presiden, dan kementerian terkait sebelum memutuskan siapa yang diputuskan menjadi rektor.
Mekanisme awalnya, kata Tjahjo, jabatan strategis di kampus ini awalnya dipilih senat perguruan tinggi dan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti). Kemudian, nama calon rektor ini dikonsultasikan ke Presiden untuk mendapatkan persetujuan.
“Hasilnya dilaporkan kepada Bapak Presiden sehingga Bapak Presiden tahu siapa rektor perguruan tinggi, karena dipilih senat perguruan tinggi dan usul pemerintah lewat Menristekdikti,” ujar dia.
Ini sama seperti pemilihan pejabat eselon I dan sekretaris daerah (sekda) tingkat provinsi. Dimana nama calon ini sudah ‘clear’ terlebih dahulu di tingkat Tim Penilai Akhir (TPA), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB).
“Kemudian, baru dikonsultasikan kepada TPA yang dipimpin Presiden. Begitu juga rektor, dimana melalui pembantu Presiden yakni Menristekdikti terlebih dahulu,” tambah Tjahjo.
Hal tersebut disampaikan Mendagri Tjahjo dalam forum pertemuan dengan para rektor di Kantor Kemendagri saat upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila dengan maskud agar perguruan tinggi diharapkan tetap kritis memberikan solusi kepada pemerintah.
“Maksud saya menyampaikan ini bahwa semata-mata pemerintah itu satu dan fungsi perguruan tinggi tetap diharapkan kritis dan memberikan solusi kepada Pemerintah di setiap pengambilan keputusan politik pembangunan baik pusat maupun daerah,” ujar dia.
Selain itu, Tjahjo juga menyampaikan karena kekhawatiran adanya ideologi di luar Pancasila yang diduga menyusup ke perguruan tinggi. Kebijakan ini berlaku untuk semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, karena lembaga pendidikan ini memiliki komitmen sama.
"Arahnya memang pak Mendikti minta ya, bahwa masalah bantuan, masalah kontribusi, masalah kerjasama, itu jangan dibedakan antara perguruan tinggi negeri dan swasta, karena apapun mereka juga punya program dan punya komitmen yang sama," tambah Tjahjo.
#Gan/Puspen Kemendagri
No comments:
Post a Comment