Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian BUMN pantau langsung implementasi Bisnis dan HAM di Perkebunan Kelapasawit Adolina |
Medan(SUMBAR).BM- Protect, respect dan remedy, adalah prinsip utama dalam pemenuhan HAM di dunia usaha. Hal ini disampaikan oleh Kasubdit Hak-Hak Ekososbud Kementerian Luar Negeri, dalam Jaringan Masyarakat Daerah (Jarmasda) dan Sosialisasi tentang Isu Bisnis dan HAM di Medan (27/7).
Meskipun United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP on BHR) merupakan hal yang baru, namun Pemri selalu menjunjung dan berupaya untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip bisnis dan HAM di tingkat nasional, dengan memanfaatkan peraturan perundang-undangan yang ada. Pemri juga terus berupaya untuk mendiseminasikan prinsip-prinsip dimaksud kepada seluruh pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah.
Lebih lanjut, Direktur Instrumen HAM Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa Konstitusi maupun sejumlah Peraturan Perundang-Undangan Nasional telah mengandung sejumlah prinsip-prinsip yang termuat dalam UNGP BHR. Dalam menanggapi hal ini, perlu dicermati sejumlah hal-hal penting lain seperti implementasi prinsip-prinsip dalam UNGP on BHR ke pelaku dunia usaha kecil dan menengah, terutama bagi industri rumah tangga, maupun industri kecil dan mikro lainnya serta BUMN.
Di sisi lain, Ketua Komnas HAM, Nur Kholis, menyampaikan bahwa Komnas HAM telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM Indonesia. Peluncuran ini didorong adanya keprihatinan terkait peningkatan pelanggaran HAM di dunia usaha di Indonesia. Kasus yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah masalah kepemilikan tanah. Disampaikan juga bahwa, RAN Bisnis dan HAM dapat dijadikan panduan oleh negara dalam implementasi UNGP on BHR di Indonesia.
Fadhil Hasan, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyampaikan bahwa industri kelapa sawit Indonesia sangat rentan oleh black campaign dari negara-negara lain, terutama negara kawasan Eropa. European Union (EU) banyak menggunakan isu HAM sebagai "senjata" untuk menyerang pengusaha kelapa sawit Indonesia, dengan mengangkat berbagai dugaan pelanggaran HAM seperti pekerja anak, overtime, penggajian, abuse the rights to health, dan diskriminasi gender. Hal ini perlu ditanggapi secara serius oleh seluruh pemangku kepentingan, di mana tujuan dari black campaign ini hanyalah persaingan bisnis minyak kelapa sawit Indonesia dengan produk minyak nabati lainnya di Eropa.
Sejalan dengan Direktur Instrumen HAM, Kepala Biro Hukum Kementerian BUMN menyampaikan bahwa UU 19/2003 tentang BUMN telah memiliki prinsip yang sejalan dengan UNGP on BHR yaitu "the role of business enterprises as specialized groups performing specialized functions....". Pemri juga telah berupaya untuk terus mendorong pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya, tidak hanya dengan implementasi Corporate Social Responsibility (CSR), namun juga dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Implementasi dari PKBL antara lain dengan memberikan pelatihan kewirausahaan kepada masyarakat di sekitar tempat usaha, serta memberikan bantuan kemanusiaan saat terjadi bencana. Selain itu, Kementerian BUMN juga bersinergi dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk bersinergi dalam penyelenggaraan Desa Migran Produktif (Desmigratif) dalam mengembangkan kapasitas pekerja migran purna.
Kunjungan Lapangan ke Perkebunan Sawit.
Kegiatan Jarmasda kali ini juga diikuti dengan kunjungan lapangan ke PT. Perkebunan Nusantara IV Adolina di Kabupaten Serdang Bedagai. Kunjungan ini diselenggarakan untuk melihat langsung praktik baik (good practises) terkait pemenuhan HAM di sektor perkebunan kelapa sawit di kalangan BUMN. Kunjungan ini juga dilakukan untuk memperoleh informasi langsung di lapangan guna mengcounter kampanye negatif tentang pelanggaran HAM di sejumlah kebun sawit Indonesia, antara lain dugaan kasus pekerja anak, dan diskriminasi lainnya.
Dalam kunjungan ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan Perkebunan PTPN IV, didapatkan sejumlah fakta antara lain bahwa PTPN IV sudah menerapkan standard RSPO dan ISPO. Lebih lanjut didapai juga sejumlah fakta antara lain: (i) Selama ini, PTPN telah menyediakan sejumlah fasilitas dalam rangka pemenuhan hak karyawan antara lain fasilitas kesehatan seperti dokter yang selalu siaga di pabrik pengolahan kelapa sawit, poliklinik kebun (polibun), maupun fasilitas pendukung keluarga pekerja seperti tempat penitipan anak, sekolah dasar dan Madrasah; (ii) Terkait dengan dugaan kerja paksa, didapati fakta bahwa pekerja pemetik sawit merupakan pekerja tetap yang mendapatkan hak-haknya secara penuh, antara lain, gaji pokok, bonus, THR, maupun rumah tempat tinggal yang dekat dengan kebun sawit; (iii) terkait tuduhan pekerja anak, pihak PTPN IV Adolina menyampaikan bahwa tidak ada anak yang selama ini boleh masuk ke area kebun sawit. Semua anak pekerja dititipkan pada tempat penitipan anak yang telah disediakan di PTPN IV.
R angkaian kegiatan Jarmasda dan Sosialisasi terkait persiapan dialog Indonesia dengan Komite CMW dan isu Bisnis dan HAM disenggarakan di Medan atas kerjasama Direktorat HAM dan Kemanusiaan Kemlu, Kementerian Negara BUMN bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM RI. Jarmasda dihadiri 100 peserta yang berasal dari perwakilan pemangku kepentingan terkait isu HAM antara lain Pemerintah Provinsi Sumut, Pemerintah Kota Medan, Lembaga Swadaya Masyarakat, kalangan bisnis serta akademisi. Selain untuk reaching out dan mendiseminasikan isu-isu HAM kepada pemangku kepentingan di daerah, Jarmasda kali ini juga diisi dengan kunjungan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) dan PT Perkebunan Nusantara IV PTPN IV.
#Gan/ Dit. HAM dan Kemanusiaan
No comments:
Post a Comment