MWawasan, Padang (Sumbar)~Penetapan tersangka yang dilakukan Penyidik Polda Sumbar terhadap Pimpinan Umum Jejak News Ismael Novendra, sekaitan dengan produk Pers, membuat para awak media khususnya yang berada di Provinsi Sumatera Barat mengundang tanda tanya besar bagi kuli tinta ini. Sebab mereka menyayangkan langkah yang diambil oleh penyidik Polda Sumbar langsung saja mempergunakan KUHP sebagai landasan hukumnya, dan hal ini perlu diklarifikasi kembali.
Pasalnya, sekaitan dengan pemberitaan atau produk jurnalis yang dihasilkan oleh media, aparat hukum seyogianya harus mengacu kepada UU Pers Tahun 1999 serta Mou antara Polri bersama Dewan Pers pada tanggal 9 Februari 2017 di Ambon tentang "Koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan Pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan".
Pimpinan Media Jejak Group Ismael Novendra saat dikonfirmasi via ponselnya mengakui, bahwa ia memang telah mendapat surat panggilan dari Ditreskrimum No.Pol:5.pgl/683/X/2017Ditreskrimum tertanggal 5 Oktober 2017 untuk dimintai keterangannya sebagai "tersangka".
Menerima surat panggilan tersebut, Ismael menilai, bahwa penyidik dalam menetapkan dirinya sebagai tersangka terlalu dini. Sebab sebagai jurnalis dan pimpinan media dalam menjalankan tugas, Ia selalu berlandaskan pada UU Pers.
Adapun upaya menyikapi persoalan tersebut, hari ini (7/10) Ia sedang melakukan koordinasi di Dewan Pers, sekaitan langkah dan sikap yang harus diambil. Dikatakanya, dari hasil pertemuannya di Dewan Pers, Furqon bagian Pengaduan di Dewan Pers, menyarankan ia untuk mengatakan kepada penyidik bahwa kasus ini sedang dipelajari oleh Dewan Pers.
Dan menurut Furqon, seharusnya penyidik mengacu pada MoU dengan Pers dan Polri. Dimana pihak kepolisian sebelum melakukan proses penyidikan juga mengacu kepada UU Pers, kutip Ismael berdasarkan komentar Furqon.
Falind Kampay Pemimpin Redaksi www.kabardaerah.com sangat menyayangkan penyidik menetapkan Ismail Novendra Pimpinan Umum Jejak News sebagai tersangka, masalah pemberitaan seharusnya mengacu kepada UU Pers No. 40 tahun 1999 serta MoU Polri dan Dewan Pers.
Lebih jauh dikatakan Falind, Penyidik adalah orang-orang hebat yang paham dan mengerti dengan hukum. Nah untuk melakukan proses hukum terkait dengan pemberitaan atau produk Pers, seharusnya mengacu kepada UU Pers dan MoU antara Dewan Pers dan Polri, karena adalah produk Pers, dan sangat berbeda dengan kasus-kasus pidana lainnya.
Hal ini sesuai dengan kutipan UU Pers Tahun 1999, berbunyi "kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin
Untuk itu, diminta kepada penyidik sebelum menindalanjuti persolan ini lebih jauh, sebaiknya diminta keterangan ahli dari Dewan Pers.
Hal senada juga disampaikan Pimpinan Media Maklumatnews Hendrizon, SH. Menurutnya pihak penyidik harus mempergunakan jalur yang telah ditetapkan dalam UU Pers dan nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Polri pada BAB II bagian Kedua tentang Koordinasi di bidang perlindungan Kemerdekaan Pers.
Pasal 4 angka (2) "Pihak Kedua apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/ sengketa termasuk surat pembaca atau opini/ kolom atara wartawan atau media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/ bersengketa dan/ atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengaduan kepihak Kesatu maupun proses perdata.
Semoga perselisihan antara pelapor dan terlapor yang terkait dalam produk Pers, dapat diselesaikan oleh penyidik dengan baik, tentunya yang berlandaskan UU Pers dan MoU antara Dewan Pers dan Polri.
# Buya
No comments:
Post a Comment