MWawasan,Papua - Terkait isue hari kemerdekaan
Papua yang akan diperingati pada tanggal 1 Desember 2017, akhirnya sejumlah
Tokoh Adat Papua menggelar jumpa pers pada hari Selasa, 28 November 2017 pukul 10.45
WIT, bertempat di Pendopo Yahim Pasar Lama Distrik Sentani Kabupaten Jayapura.
Jumpa pers yang digelar oleh para Tokoh Adat
Papua tersebut dalam rangka penolakan tanggal 1 Desember sebagai hari
kemerdekaan bangsa Papua.
Beberapa media nasional dan lokal baik media
elektronik, media cetak dan media siber antusias meliput dan menyebarluaskan
informasi tersebut kepada khalayak diantaranya; TvOne, Cendrawasih Pos, Harian
Pagi Papua, Fasifik Pos, Elshinta, Lintas Papua, Warta Plus, Kabar Papua,
ANTARAnews dan da ri PPWI dengan portal berita www.pewarta-indonesia.com
dan www.mediawawasan.com
Sejumlah tokoh adat Papua dan pejabat
negara yang hadir dalam jumpa pers tersebut antara lain; Ketua Barisan
Merah Putih/Ondoafi Waena Ramses Oheo, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten
Jayapura Martinus Marwari, SH., Staf Pribadi Kepresidenan Lennys Kogoya, Ketua
Pengadilan DAS (Dewan Adat Sentani Kabupaten Jayapura) Boas Enok, Ondoafi
Putali Sentani Timur Kabupaten Jayapura Nulce Monim, Ondoafi Kampumg Yahim
Kabupaten Jayapura Albert Pelle, Ketua Lapago Kab. Jayapura Agus Rawa Kogoya,
Ketua Bela Negara Kab. Jayapura, Sarlen Aya Taroe, dan Pdt. Timotius Wakur
selaku Kepala Suku Besar Lapago.
Dalam kesempatan tersebut, Staf Pribadi
Kepresidenan menyampaikan tiga poin utama terkait kondisi Papua saat ini.
Pertama, Lennys Kogoya menyatakan bahwa Papua
secara umum kondusif, Presiden Jokowi berkunjung sampai ke pedalaman melihat
langsung perkembangan pembangunan di Papua.
"Sebagai bagian dari NKRI, Papua harus sama
dalam pemerataan kesejahteraan pendidikan juga kesehatan serta pembangunan di
segala bidang," papar Lennys kepada pewarta, Selasa (28/11),
Kedua, lanjut Lennys Kogoya, Polemik
pilkada di Kabupaten Tolikara sekarang sudah selesai dan ekonomi sudah normal
seperti semula dengan dibukanya jalan utama Karubaga-Wamena.
"Tujuan kedatangan saya di Tolikara adalah
memberikan jalan keluar antara dua kubu yang bertikai, dan hasilnya akan saya
laporakan langsung ke presiden Jokowi," jelasnya.
Lebih jauh, Lennys menyampaikan bahwa ada satu
daerah di Papua yang saat ini belum kondusif yaitu Timika. Kondisi tersebut
terdapat di areal PT Freeport Indonesia dan belum diketahui penyebabnya apakah
dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau ada kepentingan lain yang memicu
memanasnya keadaan di area tersebut.
Terkait hal itu, Lennys akan mengusulkan kepada
Presiden untuk membentuk tim khusus pencari fakta agar publik mengetahui
siapa-siapa saja yang terlibat dalam gejolak di Timika.
"Keadaan di Timika pada saat ini kurang
kondusif dengan adanya gejolak di areal PT. Freeport Indonesia. Apakah
ini murni dari KKB atau ada kepentingan khusus dan masalah lain dibalik
kejadian ini. Saya saran ke presiden untuk dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta
(TGPF) di Timika. Biar tahu siapa atau kelompok mana yang bermain di Timika,
dan tahu akar permasalahan di Timika. Siapa yang melakukan kekerasan di Timika
selama ini," beber Lennys.
Ketika disinggung santernya isue yang berkembang
terkait peringatan hari kemerdekaan Papua pada tanggal 1 Desember mendatang,
Lennys meyakinkan kepada publik bahwa tidak akan ada pergerakan kemerdekaan
Papua, Ia berharap masyarakat tetap tenang dan serahkan sepenuhnya kepada para
Tokoh Adat Papua.
"Masalah 1 Desember semuanya diharap tenang.
Percayakan kepada kami para tokoh adat untuk tanggal 1 Desember tidak ada
pergerakan-pergerakan yang mengarah pada kemerdekaan Papua," tandas
Lennys.
Di tempat yang sama, Ramses Ohee, Ketua BPM
(Barisan Merah Putih) Propinsi Papua, menyampaikan bahwa selaku sesepuh Papua
dirinya meyakinkan kepada masyarakat Papua bahwasanya NKRI lahir atas anugerah
Tuhan Yang Maha Esa. Papua lahir atas perjuangan yang sangat berat direbut dari
penjajah dimana Papua yang dulu bernama Irian Barat adalah bagian dari NKRI dan
akan tetap menjadi bagian NKRI selamanya.
"Saya sebagai sesepuh harus menjelaskan apa
itu NKRI. NKRI adalah negara dan bangsa anugerah dari Tuhan YME yang diberikan
untuk Papua. NKRI dulu dijajah Belanda dan kita sebagai generasi pemuda merebut
Kemerdekaan dari tangan penjajah. Kemerdekaan tidak bisa diperoleh begitu saja
termasuk di Papua. Pada tanggal 28 Oktober 1928 para tokoh berkumpul di
Jakarta," papar Ketua BPM kepada pewarta.
"Mereka bangkit dan merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah, dan Tuhan berkehendak bahwa dari Sabang sampai Merauke untuk
satukan tekad merpersatukan seluruh pemuda Indonesia yang tertuang dalam Sumpah
Pemuda untuk Indonesia merdeka sebagai negara utuh yang ada di muka bumi.
Lahirnya sumpah pemuda yang dipimpin Boedi Utomo yang menyatakan bahwa
bertumpah darah satu, tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia,
bahasa satu bahasa Indonesia. Bahwa Irian Barat sekarang Papua adalah bagian
dari NKRI," tegas Ramses Ohee selaku sesepuh masyarakat Papua.
Sementara itu, Ketua Pengadilan Dewan Adat
Sentani (DAS) Kabupaten Jayapura Boas Enok menyatakan bahwa semua isue Papua
merdeka hanya isue belaka yang digulirkan dari Jakarta dan ditimpakan ke Papua.
Ia justru menyoroti ketimpangan yang terjadi di
Papua pada sektor pembangunan yang tidak merata, pelayanan kesehatan yang tidak
memadai dan tingkat pendidikan yang sangat minim di Papua.
Ia berharap Pemerintah pusat fokus pada ketiha
masalah itu untuk segera dibenahi dan tidak terkontaminasi oleh isue-isue
terkait gerakan 1 Desember sebagai kemerdekaan Papua.
"Papua yang dikabarkan banyak masalah ini
dan itu adalah omong kosong. Salah satunya adalah KKB yang mempunyai senjata.
Senjata ini masuk dari mana. Isue timbul di Jakarta dan dikembalikan ke Papua.
Papua saat ini menangis adanya pendidikan dam kesehatan serta pembangunan yang
belum merata. Adanya gejolak tanggal 1 Desember saya nyatakan tidak ada.
Pemerintah harus melihat Papua dan turun langsung kelapangan apa yang mereka
rasakan pada saat ini. Papua cinta kedamaian di bumi NKRI ini," tegas
Boas.
Selain para tokoh adat dan staff kepresidenan,
Pdt. Timotius Wakur selaku Kepala Suku Besar Lapago juga menyampaikan kepada
publik yang diliput oleh media lokal maupun nasional dalam jumpa pers Selasa
(28/11) kemarin.
Menurut Pdt. Timotius Wakur, pada prinsipnya
Papua dalam kondisi damai makmur sentosa. Adapun gejak dan isue terkait
keinginan Papua merdeka merupakan dari efek ketidakpercayaan pemerintah pusat
kepada masyarakat Papua untuk mengelola dan mengatur keuangan serta belanja
daerah, termasuk terkait dana Otsus.
"Papua sudah damai dan makmur dengan pepatah
berat kita pikul ringan kita jinjing. Kenapa orang Papua ingin merdeka dan
lepas dari negara Indonesia. Karena dari Jakarta belum memberikan kepercayaan
ke Papua untuk mengatur keuangan dan belanja daerah. Salah satunya penggunaan
dana otsus yang terus menjadi sorotan di Jakarta," jelas Pdt. Timotius
Wakur.
Sementara itu, Ketua Bela Negara Kab. Jayapur
Sarlen Aya Taroe menegaskan bahwa isue 1 Desember sebagai hari kemerdekaan
Papua hanya ulah dari kelompok yang tidak bertanggung jawab yang ingin memecah
persatuan dan kesatuan bangsa bukan untuk kepengingan masyarakat Papua
melainkan untuk kepentingan kelompok dan golongannya pribadi.
"Adanya isue yang bergulir tentang 1
Desember, itu hanyalah ulah dari sekelompok orang atau golongan untuk memecah
belah di Papua. Masyarakat Papua sangat prihatin adanya perdamaian yang selama
ini sudah dibina sesama masyarakat harus hancur gara-gara kepentingan kelompok
yang mementingkan diri sendiri," ungkap Sarlen.
Setelah para tokoh adat dan tokoh agama Papua
menyampaikan keterangannya kepada pewarta, para tokoh menyatakan sikap yang
dibacakan oleh Martinus Marwari, SH, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA)
sebagai berikut :
PERNYATAAN SIKAP
”PENOLAKAN 1 DESEMBER SEBAGAI
HARI KEMERDEKAAN BANGSA PAPUA”
Berbagai permasalahan yang akhir-akhir ini
terjadi di tanah Papua mengakibatkan melemahnya semangat ke-Indonesiaan bagi
masyarakat di Papua, khususnya kami masyarakat adat Papua.
Permasalahan yang memecah belah semangat
ke-Indonesiaan tersebut merupakan upaya kelompok separatis dan politik yang
ingin mengadu domba persatuan antara kami masyarakat Papua dan Bangsa Indonesia
yang kami cintai.
Apabila permasalahan tersebut terus berlarut dan
dibiarkan maka dikhawatirkan akan merusak persatuan dan persaudaraan kami
masyarakat Papua yang merupakan bagian dari Bangsa Indonesia.
Selain itu, timbulnya upaya memecahbelah oleh
kelompok pengkhianat Bangsa akan persatuan kami masyarakat Papua dan Bangsa Indonesia
harus segera ditindak dengan tegas agar mewujudkan perdamaian, keamanan dan
penguatan semangat ke-Indonesiaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melihat situasi dan kondisi yang terjadi saat
ini, kami masyarakat Papua sangat prihatin terhadap kondisi masyarakat serta
persaudaraan kami masyarakat Papua sebagai bagian dari Indonesia. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini kami Perwakilan Masyarakat Adat Papua menyatakan sikap
sebagai berikut :
PERTAMA; Kami menolak dengan tegas tanggal 1
Desember sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Papua atau hari TPN-OPM, dan
mendeklarasikan bahwa tanggal 1 Mei 1963 sebagai ”Hari kembalinya Irian Barat”
ke pangkuan ibu pertiwi NKRI dan hendaklah tanggal tersebut diberlakukan
sebagai hari libur untuk seluruh Papua.
KEDUA; Kami menolak dengan tegas seluruh kegiatan
dan aktivitas kelompok politik maupun kelompok bersenjata serta ormas-ormas
yang tidak pro-NKRI yang bertujuan untuk memecahbelah dan merusak rasa
persaudaraan kami masyarakat Papua dan Bangsa Indonesia. Kita harus mengingat
sejarah bangsa, bahwa Papua merupakan bagian dari Indonesia yang telah
diperjuangkan oleh seluruh pahlawan bangsa dari berbagai suku, ras, agama dan
bahasa. Selama ini, berbagai kelompok dan ormas yang tidak pro-NKRI telah
melakukan kebohongan dan provokasi terhadap masyarakat Papua untuk mendukung
Papua memisahkan diri dari Indonesia. Mereka meracuni masyarakat Papua dengan
dalih Papua akan lebih maju dan sejahtera jika mendirikan negara sendiri.
Padahal ini adalah tipu daya dari kelompok yang ingin menguasai Papua.
KETIGA; Kami menyerukan kepada semua pihak
separatis mulai dari kelompok politik maupun kelompok bersenjata agar
menghentikan semua aksi atau demo yang menyerukan kemerdekaan Papua, karena
kegiatan aksi makar ini tidak dapat mensejahterakan orang Papua dan hanya
menimbulkan perpecahan bagi Bangsa Indonesia sekaligus masyarakat Papua di
tanah yang damai yang kita cintai ini. Mari kita membangun tanah Papua menjadi
tanah yang subur, maju dan damai bagi generasi penerus kita, bagi anak dan cucu
kita masyarakat Papua.
KEEMPAT; Mengutuk segala bentuk politisasi agama
dan cara-cara kekerasan TPN OPM yang telah menciptakan situasi di berbagai
wilayah di Papua menjadi tidak kondusif. Dinamika politik yang terjadi sekarang
ini cenderung menggunakan agama sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik,
sehingga telah merusak agama sebagai ranah yang suci, baik, adil dan damai.
Agama harusnya dapat memurnikan dunia politik dan tidak sebaliknya justru
membuat politik tampak kotor dan tidak beradab.
KELIMA; Mendesak kepada pemerintah untuk
bertindak tegas terhadap semua pihak yang akan merongrong Pancasila,
kebhinekaan, UUD 1945 dan memecah belah masyarakat dengan berbagai isu agar
segera dibubarkan. Pemerintah tidak boleh takut, apalagi kalah dengan
kelompok-kelompok yang membawa ideologi, ajaran, dan doktrin yang bertujuan
untuk menghancurkan bangsa ini. Kami berharap kepada para penegak hukum agar
mereka benar-benar menjaga independensi dan tidak terpengaruh dengan berbagai
tekanan dalam memberikan rasa keadilan kepada masyarakat di Papua.
KEENAM; Kami mendesak pemerintah untuk merubah
regulasi dalam prioritas pembangunan di wilayah Papua agar sesuai dengan
karakteristik SDM beserta SDA yang ada di wilayah Papua. Selain itu, pemerintah
juga harus memberi perubahan khususnya karakter bagi masyarakat di Papua agar
dapat membangun daerahnya secara mandiri. Hal ini dilakukan agar pembangunan di
wilayah Papua dapat menguntungkan masyarakat Papua secara umum serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
KETUJUH; Kami mengajak kepada semua pihak,
khususnya kepada para mantan pejuang, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemangku
adat, pemuda dan perempuan Papua untuk saling bekerjasama memberantas kelompok
separatis yang ingin merugikan masyarakat Papua dengan dalih kemerdekaan dan
kesejahteraan yang hanya merupakan tipu daya kelompok separatis dan politik
yang merugikan masyrakat. Serta mengajak kepada seluruh masyarakat Papua agar
tanggal 1 Desember tetap melaksanakan kegiatan seperti biasa dengan tidak ikut
berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok-kelompok yang
ingin memisahkan diri dari Indonesia dan memecah belah persaudaraan masyarakat
Papua dan Bangsa Indonesia.
Demikianlah pernyataan sikap ini kami buat sebagai
bentuk rasa cinta dan semangat keindonesian kami terhadap keutuhan Negara
Kesatuan Republik lndonesia.
Setelah pembacaan pernyataan sikap, para tokoh
Adat, tokoh agama, dan staf kepresidenan melakukan foto bersama sebelum menutup
jumpa pers. (SYF/Red)
No comments:
Post a Comment