MWawasan, Sarolangun~ Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarolangun mencatat angka kemiskinan Kabupaten Sarolangun pada tahun 2017 mengalami penurunan, dibandingkan angka kemiskinan pada tahun 2016 yang lalu.
Kasi Statistik Sosial Pandu Winata, S. ST, Rabu (14/11) mengatakan tahun 2017, angka kemiskinan Kabupaten Sarolangun sebanyak 8,87 persen atau sekitar 25.610 jiwa dari jumlah penduduk sebanyak 290.231 jiwa.
Angka tersebut menurun dibandingkan tahun 2016 lalu, dimana angka kemiskinan kabupaten Sarolangun sebesar 9,33 persen dari jumlah penduduk 284.201 jiwa.
"Tahun 2017 garis kemiskinan Kabupaten Sarolangun Rp 393. 344/bulan/orang, dan angka kemiskinan tahun 2017 menurun dibandingkan tahun 2016," katanya.
Kata Pandu, jika dibandingkan dengan Kabupaten lain dalam wilayah Provinsi Jambi pada tahun 2017, Kabupaten Sarolangun berada di posisi kelima jika diurutkan dari angka kemiskinan tertinggi.
Urutan pertama ada Kabupaten Tanjabtim sebesar 12,58 persen, disusul kedua Kabupaten Tanjabbar sebesar 11,32 persen, ketiga ada Kabupaten Batanghari sebesar 10,33 persen, keempat ada Kabupaten Merangin sebesar 9,43 persen, dan kelima Kabupaten Sarolangun sebesar 8,87 persen.
Keenam Kota Jambi sebesar 8,84 persen, ketujuh ada Kabupaten Kerinci sebesar 7,45 persen, lalu kedelapan Kabupaten Tebo sebesar 6,79 persen, Kesembilan Kabupaten Bungo sebesar 5,82 persen, Kesepuluh Kabupaten Muara Jambi sebesar 4,37 persen, dan Kesebelas ada Kota Sungai Penuh sebesar 2,78 persen.
"Kalau dibandingkan Kabupaten lain, jika diurutkan dari yang tertinggi sarolangun diurutan kelima, tapi jika diurutkan dari yang terendah ada di urutan ke tujuh," katanya.
Masih kata Pandu, penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Sarolangun, ada beberapa penyebabnya, yakni pendapatan masyarakat bertambah, adanya lapangan pekerjaan ada, dan program pemerintah yang sifatnya langsung ke masyarakat seperti Program unggulan Bupati Cek Endra program Percepatan Pembangunan Desa dan Kelurahan (P2DK) dan program Dana Desa.
"Jelas berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, karena hitunyan kita melalui indikatornya makanan dan non makanan," katanya.
Dari segi makanan, pihaknya menghitung dengan garis 2.100 kilo kalori perorang. Non makanan seperti perumahan, sanitasi atau seluruh pengeluaran yang dihitung, mulai pakaian, pendidikan, kesehatan.
"Non makanan ini tidak ada patokannya, patokannya itu dilingkungan masyarakat sendiri. Harga barangkan beda-beda, jadi yang mempengaruhi lingkungan sendiri. Bisa saja indikator makanannya memenuhi tapi di non makanannya bisa kena," katanya.
#iksan
No comments:
Post a Comment