MWawasan, Sawahlunto (SUMBAR)~ Berdasarkan keputusan Presiden Joko Widodo yang di tuangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disahkan awal Februari 2021 , menyatakan bahwa limbah abu terbang dan abu dasar hasil pembakaran batu bara, yang disebut FABA (fly ash and bottom ash) bukan lagi tergolong dalam kategori Limbah B3.
Namun demikian Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati menegaskan bahwa pengelolaan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), sebagai limbah B3 maupun limbah nonB3 yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, tetap memiliki kewajiban untuk dikelola hingga memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan. ( Media Briefing secara telekonferensi - 12/3/2021 ).
Direktur Jenderal PSLB3, Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan bahwa material FABA yang menjadi limbah nonB3 hanya dari proses pembakaran batubara di luar fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri, seperti antara lain PLTU yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal (PC) atau chain grate stoker. Sedangkan dari Fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri, tetap katagori Limbah B3 yaitu Fly Ash kode limbah B409 dan Bottom Ash kode limbah B410. Walaupun dinyatakan sebagai Limbah nonB3, namun penghasil limbah nonB3 tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan dan tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan.
Lebih lanjut disampaikan bahwa dalam PP nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, telah diatur bahwa pengelolaan limbah harus melaksanakan prinsip kehati-hatian atau precautionary principle oleh penghasil atau jasa pengolah atas seluruh jenis limbah baik limbah kategori limbah B3 ataupun limbah nonB3 yang meliputi: (a) Upaya pengurangan limbah atau Waste minimisation; (b) Pengelolaan dari mulai dihasilkan hingga ditimbun atau From cradle to grave; (c) Pengelolaan dengan prinsip ekonomi sirkular atau From cradle to cradle; (d) Penghasil bertanggungjawab atas pencemaran atau Polluter Pay; (e) Kedekatan pengelolaan limbah dengan lokasi pengolahan atau Proximity; dan (f) Pengelolaan berwawasan lingkungan atau Environmentally Sound Management.
Vivien menegaskan, meskipun FABA dari kegiatan PLTU dikategorikan sebagai limbah nonB3, namun persyaratan pengelolaannya tetap harus memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan dan tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan, misalnya persyaratan teknis dan tatacara penimbunan FABA, persyaratan teknis dan standar pemanfaatan FABA, sehingga precautionary principle untuk perlindungan lingkungan tetap menjadi kewajiban penghasil atau pengelola limbah.
Dari penjelasan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati tersebut terlihat jelas bahwa pengelolaan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), baik sebagai limbah B3 maupun limbah nonB3 tetap memiliki kewajiban untuk dikelola hingga memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan diantaranya dalam hal mutu udara dan pencemaran udara serta perlindungan dan pengelolaan mutu air.
Hasil pantauan kami di lapangan pada lokasi pembuangan FABA yang di kelola oleh PT. GTC beralamat di kawasan Parambahan Desa Salak Kecamatan Talawi , limbah abu Pltu Sijantang (FABA) tersebut di buang dan di tumpuk pada tempat yang datar tanpa pasang pagar pengaman sehingga pada kondisi tertentu (hujan) abu yang berubah menjadi lumpur ini dapat meluber dan mencemari areal lainya .
Tumpukan abu tersebut tidak di tutupi sehingga pada saat tertiup angin debu-debu berterbangan menimbulkan pencemaran serta polusi udara seperti yang terjadi pada kunjungan kami di lokasi tersebut.
#D/A/Y/M
No comments:
Post a Comment