Breaking

Friday, December 24, 2021

Menciptakan Anak dengan Meningkatkan Karakteristik Terbaik yang Mempunyai Keseimbangan dalam Rasio, Rasa dan Raga

Menciptakan Anak dengan Meningkatkan Karakteristik Terbaik yang Mempunyai Keseimbangan dalam Rasio, Rasa dan Raga


Oleh: Estri Ari Respati



Masalah pendidikan dewasa ini adalah tentang kesiapan sumber daya manusia yang belum mampu menjawab persaingan global. Rendahnya kualitas sumber daya manusia menyebabkan daya saing menurun, sehingga memunculkan berbagai persoalan yang berujung pada lemahnya kreativitas. Pendidikan merupakan jawaban untuk mendorong upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun terdapat kesalahan dalam fokus pendidikan yang lebih ditekankan pada pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi memang menjadi ujung tombak bagi negara-negara maju.


Masalah yang mendasar dalam pendidikan di Indonesia juga terletak pada penerapan sistem pendidikan. Pendidikan di Indonesia tidak menyeimbangkan antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Belajar bukan hanya sekedar berpikir akan tetapi juga melakukan berbagai macam kegiatan seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan Sekolah Dasar (SD) yang telah berjalan selama ini, dan perolehan nilai PISA setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) periode 2009-2015 diketahui bahwa Indonesia secara konsisten menduduki peringkat 10 terbawah. Pada tahun 2018, hasil survei yang diperoleh yaitu Indonesia peringkat ke-74 dari 79 negara. Penilaian PISA dilakukan 3 (tiga) tahun sekali dan terbagi dalam 3 kategori utama yaitu membaca, matematika, dan sains. Rendahnya skor PISA Indonesia tersebut disebabkan oleh penerapan kurikulum di Indonesia.


Filosofi Ki Hadjar Dewantara sangat mempengaruhi sekolah-sekolahnya dan bagaimana sekolah-sekolah itu dioperasikan. Dalam proses pembelajaran, siswa menjadi pusat pembelajaran karena tutor hanya membimbing dan mengarahkan siswa. Untuk itu, konsep "Tringa" diterapkan, seperti ngerti (kognitif), ngrasa (afektif), dan nglakoni (psikomotorik) tentang bagaimana seharusnya anak diberikan pengetahuan, sikap, atau perasaan terhadap pengetahuannya yang diakhiri dengan mengamalkannya. Dengan menerapkan falsafah ini, maka akan mampu menyeimbangkan rasio, rasa, dan raga anak bangsa yang akan membantu tercapainya tujuan negara dalam bidang pendidikan. Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa pelajaran dapat dipetik dari alam, benda sehari-hari, dan interaksi manusia sehari-hari. Ia juga mengusulkan konsep tri pusat pendidikan (tiga pusat pendidikan) yaitu keluarga, sekolah, dan lingkungan.


Sebagai contoh sistem pendidikan yang telah diterapkan di Finlandia dan Denmark. Di Finlandia sistem pembelajarannya terfokus dengan memberi perhatian khususnya sejak pada anak masih berada dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Finlandia menerapkan bahwa persaingan antarsekolah tidak dapat memicu keberhasilan siswa, menerapkan mindset bahwa learning is fun, tingginya budaya membaca yang tercermin dari peroleh peringkat PISA yang masuk dalam 10 besar, pentingnya waktu dalam bermain, pemberian PR yang sedikit, dan mayoritas PAUD yang ada disana berkualitas tinggi dan diberikan secara gratis. Beberapa hal tersebut juga tercermin bahwa Finlandia merupakan negara peringkat 1 Gross National Happiness (GNH). Di Negara Denmark menduduki peringkat 10 besar dalam Human Development Index (HDI) yang menjadi salah satu tolok ukur tingkat Pendidikan di seluruh Dunia. Denmark menerapkan juga sistem bermain sambal belajar, terbukanya komunikasi antara siswa, orang tua, dan pihak sekolah, dan menerapkan bahwa kunci pembentukan karakter adalah kejujuran. Hal tersebut juga tercermin bahwa Denmark mendapati peringkat 2 GNH dan peringkat 18 dalam PISA 2018. 


Dari dua contoh negara tersebut, untuk menerapkannya ke dalam sistem pendidikan di Indonesia maka perlu dirancang sebuah program logic model (PLM) kegiatan khususnya di tingkat Sekolah Dasar (SD). Program tersebut bertujuan agar dapat meningkatkan karakteristik yang memiliki keseimbangan dalam rasio, rasa, dan raga agar anak/siswa dapat mencapai kesehatan, kebahagiaan, kecerdasan, bermanfaat sebagai manusia, anggota masyarakat, dan negara.


Dengan penerapan dari PLM ini diharapkan dapat dapat mempermudah implementasi dan pelaksanaan dari kegiatan-kegiatan untuk dapat menjadikan pertimbangan bagi sistem Pendidikan di Indonesia. Program Logic Model merupakan suatu rangkaian penjabaran dari strategi-strategi menuju hasil dengan mengentukan sumber daya, aktivitas, output, outcome, dan hasil. PLM ini berfokus pada 3 sumber daya yaitu Guru, Siswa, dan Orang Tua sebagaimana dijelaskan Ki Hadjar Dewantara.


Untuk guru, terdapat 2 kegiatan seperti metode belajar yang kreatif dan inovatif, dan sharing session antar guru secara rutin. Sedangkan untuk orang tua dapat melakukan kegiatan parenting, sharing session antara pihak sekolah dengan orang tua, serta sosialisasi dan edukasi bagi orang tua.


Untuk siswa, olah rasio di program yang diusulkan yaitu dengan kegiatan presentasi, praktikum dan pembelajaran yang interaktif. Untuk olah rasa, dapat dilakukan dengan kegiatan seperti kegiatan upacara bendera, menulis cerita dan/atau storytelling, dan melakukan kegiatan bakti sosial di lingkungan sekitar sekolah. Sedangkan untuk olah raga, beberapa kegiatan yang diusulkan yaitu kegiatan melibatkan diri dalam berbagai permainan beregu untuk memperbaiki koordinasi dan mengatasi kekakuan gerak, dan kegiatan melaksanakan kegiatan gotong royong dalam rangka jumat bersih di lingkungan sekolah. Setiap kegiatan yang diajukan dapat mempertimbangkan dosis yang merupakan suatu konsep penting dalam efektivitas agar rasio, rasa, dan raga dapat berjalan seimbang. Dalam menerapkan sebuah program juga harus menetukan blind spot sehingga sebisa mungkin dapat dihindari.


Penyusunan program juga dapat diperkuat dengan penggunaan dari SMART and FIT. SMART merupakan menguji rangkaian strategi dan aktivitas-aktivitas individu yang dipilih, serta model sebagai upaya yang komprehensif, dan Prinsip FIT yaitu menawarkan cara mudah untuk mempertimbangkan elemen proses dari program, proyek, atau ide yang ditampilkan dalam model. Komponen SMART yang terdiri dari Specific (spesifik), Measurable (terukur), Action-oriented (berorientasi pada kegiatan), Realistic (realistis), dan Timed (waktu). Sedangkan komponen FIT terdiri dari Frekuensi, Intensitas, dan Target. 


Pengingkatan kualitas PLM yang diajukan/dibuat perlu dilakukan pengujian apakah hasil yang ditentukan telah benar-benar tercapai atau tidak dengan dukungan dari program-program atau strategi yang ditentukan sebelumnya sehingga dapat memberikan impact kepada guru, siswa, dan orang tua. Pengujian tersebut dilakukan dengan penggunaan Result Based Accountability (RBA) yang dikembangkan Mark Friedman terbagi menjadi empat susunan dalam pengukuran kinerja yang dikombinasikan pada beberapa katagori yaitu: How much did we do? How well did we do it? Is anyone better off? Ukuran kinerja dapat dikategorikan kedalam pemikiran kuantitas dan kualitas.


Dengan memiliki mutu pendidikan yang layak akan mampu meningkatkan produktifitas anak bangsa, sehingga dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kemudian akan mensejahterakan kehidupan masyarakatnya. ***


#Estri Ari Respati Mahasiswa Pascasarjana UGM



No comments:

Post a Comment

Koran Wawasan Edisi 194, Februari 2023

"Prakiraan Cuaca Senin 14 Oktober 2024"


"KEPUASAN ANDA UTAMA KAMI"




BOFET HARAPAN PERI Jl. SAMUDRA No 1 KOMP. PUJASERA PANTAI PADANG
Selamat Datang diSemoga Anda Puas