Rindu Pemimpin yang Memberikan Tauladan
Oleh Miko Kamal
Advokat dan Wakil Rektor III Universitas Islam Sumatera Barat
Ini bukan rindu biasa. Ini rindu berat. Rindu itu bernama pemimpin yang memberikan tauladan.
Yes, pemimpin kita banyak yang tidak sanggup menyelaraskan kata dan perbuatannya. Hari ini disebutnya A. Besok, yang dilakukannya B. Yang begituan biasa saja bagi mereka. Sebiasa sebagian besar orang ke belakang setiap pagi.
Ini salah satu contoh saja. Syahdan pada suatu hari, seorang pejabat kota memberikan sambutan. Beliau menyampaikan informasi penting. Katanya, di kota ini lebih dari 61% sampah adalah sampah organik yang sebagian besarnya merupakan sisa makanan.
Kami yang mendengar pidatonya disuruhnya ikut serta mengurangi sampah sisa makanan. Nasehatnya kira-kira begini: ambillah makanan yang serasa akan bisa dihabiskan. Jangan meninggalkan sisa makanan di piring atau di meja makan yang ujungnya akan jadi sampah.
Yang disampaikan pejabat kota itu sangatlah benar. Nasihatnya pas. Di tempat-tempat pesta, hal itu sudah jadi pemandangan umum. Onggok nasinya sangat tingginya. Semua lauk pauk dan sayur lengkap di atas piringnya. Belum habis makanannya setengah, tisu-tisu bekas dan kulit pisang atau kulit salak sudah ditumpuknya di atas piringnya. Begitu benarlah.
Tidak hanya di tempat-tempat pesta, di restoran atau rumah makan juga begitu. Sisa-sisa makanan dan minuman yang berserakan di atas piring dan meja sudah jadi tontonan rutin kita.
Saya setuju, yang disampaikan oleh pejabat kota itu harus jadi perhatian kita bersama. Produksi sampah makanan kita memang sudah gila-gilaan. Sudah jadi masalah serius. Pada tahun 2021, United Nations Environment Programme (UNEP) mengeluarkan Indeks Sisa Makanan (Food Waste Index) Dunia. Menurut laporan itu, Indonesia memproduksi sampah makanan sebanyak 20,93 ton per tahun. Indonesia berada pada posisi ke 4 terbesar di dunia setelah China, India dan Nigeria.
Yang saya tidak setuju dan sakit perut adalah perilaku pejabat kota yang berpidato itu. Saat beliau berpidato, masing-masing kami diberinya satu kotak yang berisi makanan ringan dan minuman. Saya hanya menghabiskan airnya dan memakan makanannya sebagian. Bersisa.
Begitu acara selesai, kotak makanan itu saya pegang seraya bergeser sedikit ke arah pintu keluar. Di dalamnya masih tersisa 2 potong makanan dan gelas plastik yang sudah kosong dan plastik bekas pembungkus makanan.
Saya perhatikan dengan seksama pejabat yang baru selesai berpidato tentang ancaman sampah makanan itu. Dia langsung bergegas pergi mendahului kami. Kotak sisa makanan dan minumannya tergeletak begitu saja di atas meja. Tampak benar dia lupa baru saja menceramahi kami tentang ancaman sisa atau sampah makanan.
Saya tidak berani menegurnya. Takut dia dapat malu di depan anak buahnya.
Cerita di atas satu contoh saja. Banyak cerita-cerita lainnya yang serupa. Mulai dari yang kecil-kecil sampai yang besar-besar. Misalnya, diimbaunya anak buahnya mengurangi penggunaan gelas dan botol plastik dalam setiap rapat, sementara dia sendiri tidak membawa tabung air isi ulang (tumbler) ke ruang rapat. Atau, contoh lainnya, dilarangnya para kepala dinas dan stafnya menerima suap dan gratifikasi, tapi dia diam-diam menerima setoran yang berasal dari kutipan aneka proyek dari petugas malamnya. Banyak lagi contoh-contoh lainnya yang kalau saya tulis semua, tulisan ini akan sangat panjang.
Terus terang, saya memang sedang merindukan pejabat atau pemimpin yang mampu memberikan tauladan. Jika anda tidak merindukan itu, sebaiknya kita sama-sama menemui psikiater: memastikan jiwa saya yang sedang bermasalah atau anda.
#Miko Kamal
No comments:
Post a Comment